Jumat, 07 Oktober 2022

Hantu Dengung yang Cantik Jelita

https://caspo777.onl/register

Seramnya! Lampu neon berbentuk pesawat UFO tersebut bersinar lemah hingga menghasilkan bayangan mengerikan di sepanjang gang. Warna sinarnya yang kuning pucat menciptakan suasana temaram khas film horor.

Aku melewati gang dengan hati resah. Terakhir kali aku melalui gang tersebut, sesosok bayangan hitam yang tinggi besar mengikutiku dengan langkah lebar. Padahal saat itu baru pukul 18.30 dan masih banyak pejalan kaki yang lalu lalang. Sedangkan saat ini menjelang pukul 21.00. Aku dan Mama pulang kemalaman akibat menjual porselen antik.

Malam ini jauh lebih pekat dan hening. Tak satu pun pejalan kaki yang tampak. Angin berdesir di sela dedaunan pohon mangga seperti suara desahan. Bayangan ranting yang menari-nari bagaikan tangan mistis yang siap menyambar kami.

Dalam hati aku berdoa. Ya Allah, jangan sampai hantu kembali membuntutiku. Gang kecil ini memiliki roh penunggu yang cukup jail. Kasihan jantungku jika harus berpacu terlampau keras.

Mama berjalan begitu cepat di hadapanku hingga aku harus setengah berlari untuk berada tepat di belakang tubuhnya. Kami melintasi gang yang hanya cukup dilalui satu orang dengan bergegas. Samar-samar tercium aroma kemenyan yang membangkitkan rasa ngeri.

KRIET! Terdengar bunyi patahan batang pohon. Aku tak berani menoleh pada kebun pisang di sisi kanan tepat di luar mulut gang. Bukankah Mr Poci alias Pocong sering menghuni kebun pisang? Belum lagi Miss Kunti yang senang duduk manis di atas pohon pisang. Please, kalian ngedate saja di malam Jumat ini. Jangan hiraukan kami!

Kami melintasi beberapa rumah dan menarik napas lega ketika tiba di pos sekuriti dalam area lembaga penelitian tanaman. Malam ini sungguh seperti acara uji nyali.

Ketiga sekuriti mengangguk ramah ketika kami menyapa mereka. Jika kami belok kiri dari pos tersebut, maka kami sudah berada di luar area lembaga penelitian, yaitu tepi jalan kecil. Di sebrang jalan tampak pagar yang membatasi suatu universitas.

Jalan yang kecil membuat aku harus membuntuti Mama. Tanpa kusadari sebelumnya, di depan Mama tiba-tiba ada gadis cantik yang menjadi pemimpin barisan kami.

Gadis tersebut berpenampilan ala mahasiswi. Ia menggunakan sweater oranye pastel dan celana panjang denim abu-abu muda. Ia juga menggunakan masker hitam yang tak bisa menyembunyikan sepenuhnya wajahnya yang cantik dan berbentuk hati. Kulitnya putih dan cukup pucat. Rambutnya panjang dan berwarna hitam kecokelatan. Walaupun aku berada di urutan terbelakang dalam barisan, tapi aku bisa mencium parfum bunganya yang begitu membelai indera penciumanku.

Mahasiswi tersebut berjalan kaki dengan begitu santai karena asyik menelepon. Kami tak bisa melewatinya karena cara berjalan mahasiswi tersebut agak mengayun ke kiri dan ke kanan. Selama perjalanan terdengar suara gumamannya yang begitu halus. Aku sama sekali tak bisa menangkap sepatah kata pun yang ia ucapkan. Ia terus saja berceloteh tanpa menyadari bahwa ia memperlambat perjalanan kami.

Silau! Aku mengedip-ngedipkan kedua mataku karena sinar lampu mobil yang menyoroti wajah kami bertiga. Sungguh tak sopan! Pengemudi Avanza hitam yang datang dari arah berlawanan tersebut terus mengarahkan lampu mobil ke arah kami selama beberapa menit. Avanza hitam yang bergerak perlahan tersebut itu pun akhirnya berlalu hingga aku pun bisa kembali memfokuskan pandangan ke depan.

Kedua mataku tertuju pada punggung si mahasiswi yang berada di depanku dan Mama. Entah mengapa menatap punggungnya membuat hatiku berdesir aneh. Untungnya, kostan sudah berada di hadapan kami.

“Ma, kita sudah sampai!” Ujarku mengingatkan Mama yang tampak merenung.

Mama pun langsung membuka selot bawah pintu pagar kostan. Ketika Mama melakukan hal tersebut, si mahasiswi yang sedang berjalan di depan kami, tiba-tiba berhenti dan menoleh dengan gerakan sangat kaku.

HIIIY! Leher mahasiswi tersebut berputar kaku 180 derajat. Sembari menelepon, ia mulai mengeluarkan suara seperti dengung.

NGUNG…NGUNG!

Suara dengung tersebut terdengar lirih seperti suara tangisan. Dan mata mahasiswi tersebut menatap aku dan Mama dengan nanar. Matanya menyorot tajam dan berbinar aneh. Pupil mata tampak seperti kristal abu-abu.

“AAAAAA!” Jeritku ketika menyadari mahasiswi tersebut ialah hantu.

Baik Mama maupun diriku langsung lari beŕhamburan melalui pintu pagar kostan yang sempit. Mama pun membanting pintu pagar kostan tanpa menyelotnya kembali.

Walaupun sangat takut, aku yang sedang berlari menuju pintu masuk kostan, tetap penasaran dan menoleh ke belakang. Ternyata, hantu tersebut tetap terpaku di depan pintu pagar kostan. Ia terus menatap kami dengan intens sembari mendengung. Matanya begitu nanar. Pose lehernya yang menengok kaku ke arah kami tampak begitu mengerikan seolah-olah menyatakan bahwa ia sekarang mengetahui tempat tinggal kami.

Suara dengungan bertambah kencang diiringi isak tangis. SERAAAAM! Aku dan Mama berlari sangat kencang hingga jantung terasa melompat keluar dari dada kami.

Di dalam kamar tidur, aku dan Mama saling berpandangan. Kemudian, kami tertawa berderai mengingat kelakuan kami yang lari tunggang langgang sepanjang lorong kostan. Hampir saja Mama terjatuh karena ia berlari terlampau cepat. Malam ini sungguh memacu adrenalin.

HUHUHU. Ternyata hantunya tidak menampakkan diri di belakangku, tapi di depanku. Salahku sendiri. Mengapa aku hanya mengucapkan doa yang memohon hantunya tidak muncul di belakangku? Hantunya pintar dan usil…

Malam itu aku dan Mama tidur cepat di kostan. Kami berharap si hantu dengung tidak mengikuti kami masuk ke dalam kostan. Tapi, harapan tinggal harapan. Sejak saat itu, kostan terasa begitu mencekam.

***

“Bude, kami order tempe mendoan 4 buah dan nasi dada ayam 2 porsi. Tolong makanannya dibungkus saja,” pinta Mama yang sedang berdiri di ambang pintu ruangan yang dihuni Bude, pengurus kostan.

Sayup-sayup terdengar lagu gending Jawa yang merdu. Aku langsung teringat film Kuntilanak yang dibintangi Julie Estelle. Bude yang asli orang Yogyakarta sangat menyukai lagu gending. Untungnya, ini masih pagi. Tidak terbayang jika mendengarkan alunan lagu yang lirih ini saat tengah malam di kostan yang penerangannya sangat minim ini!

Sembari menunggu pesanan makanan, aku hendak duduk di kursi jati yang berada di ruang tamu. Aku terpaksa mengurungkan niatku untuk duduk karena tampak sebuah tangan perempuan yang berada di atas pegangan kursi jati. Walaupun tangan tersebut terlihat cantik dan halus, tetap saja aku merasa ngeri menatapnya. Dalam 5 detik, tangan tersebut menghilang. Duh, jangan-jangan itu tangan si Hantu Dengung! Berarti ia mengikuti kami ke dalam kostan.

“Ma, aku melihat tangan hantu. Sepertinya itu tangan Hantu Dengung yang kita lihat kemarin,” bisikku pada Mama.

“Jangan kau permasalahkan. Hanya seminggu lagi kita menghuni kostan ini.”

“Bagaimana jika dalam rentang satu minggu Hantu Dengung tersebut mengganggu kita? Atau, masuk ke dalam kamar dan tidur bersama kita?” Tanyaku panik.

“Yang terpenting kita banyak berdoa agar terhindar dari roh penasaran seperti itu. Sudahlah, kita jangan berdiskusi tentang hantu lagi. Nanti hantunya malah kembali menampakkan diri.”

***

“Uuuuuu…”

Aku yang sedang asyik membaca ‘Then There were None’ karya Agatha Christie, merasa terganggu oleh suara ganjil tersebut. Mungkin suara burung hantu?

Aku melirik layar handphone. Ah, sudah jam 23.00. Pantas saja kostan terasa sangat hening.

“Uuuuuu…”

Suara apa, sih? Aku celingukan mencari sumber suara. Seolah menjawab rasa penasaranku, suara ganjil itu kembali terdengar. Tapi lebih keras dan melolong hingga rasa ngeri terbersit dalam hatiku.

“UUUUH! UUUUUUUH….”

Aku terkesiap. Ternyata Mama yang merintih-rintih walaupun ia sedang tidur lelap.

“Ma! BANGUN, MA!”

Mama tidak bereaksi. Ia tetap saja merintih hingga aku pun mencubit lengannya. Akhirnya, Mama pun bangun dengan wajah pucat pasi.

“Mama bermimpi seram sekali. Ada perempuan berambut panjang yang mencengkeram lengan Mama. Walaupun Mama sudah mendorongnya sekuat tenaga, perempuan itu tetap saja memiting Mama. Untungnya, kau sigap membangunkan Mama,” kata Mama dengan suara bergetar.”

“Apakah perempuan di mimpi Mama ialah hantu dengung?”

Mama mengangguk. Kemudian, ia meneguk teh manis panas untuk menenangkan diri.

Ah, hantu penasaran tersebut sekarang menjadi penghuni baru kostan ini. Sejak saat itu gangguan mistis semakin menjadi.

Kejadian mistis kembali terjadi pada pukul 9 malam. Ketika aku membuka pintu kamar mandi ke arah kebun, aku melihat kepala perempuan yang melayang di tingkat 2 kostan. Wajahnya tidak jelas terlihat. Rambutnya yang acak-acakan seperti ijuk, panjang menjuntai. Ia melihat sekilas ke arahku yang berada di lantai satu. Aku segera berderap masuk ke kamar kostan dan menutup pintu dengan keras hingga Mama yang berada dalam kamar kostan mengangkat alis dengan penuh tanda tanya.

Aku hanya menyeringai, “Tak ada apa-apa.”

“Apa yang kau lihat?”

“Kepala terbang sedang mengintip kamar di lantai dua. Tapi, mungkin aku salah lihat.”

Mama menghela napas, “Sekarang aura kostan ini terasa seram. Jauh berbeda dibandingkan saat kita datang pertama kali. Mungkinkah hantu dengung itu ada kaitannya dengan keranda yang berada di sebrang jalan? Keranda tersebut biasa disandarkan atau digantung pada dinding bangunan kecil di halaman belakang.”

“Mungkin saja. Aku pernah beberapa kali jatuh dengan ganjil seperti didorong sesuatu di area sebrang keranda.”

“Kau masih ingat tidak? Pernah kan kita melihat tukang siomay yang lenyap begitu saja di antara kerumunan staf lembaga penelitian dan sekuriti?”

“Iya, Ma. Aku ingat sekali. Dari jauh terlihat ada tukang siomay. Tapi saat kita mendekat, tukang siomaynya lenyap begitu saja. Ia menghilang tepat di area pos sekuriti. Tapi, keranda kan letaknya tidak di sebrang pos sekuriti?”

“Kau menyadarinya, tidak? Keranda itu letaknya berpindah-pindah. Hantu dengung itu juga tiba-tiba tampak di area sekitar tukang siomay menghilang. Dan saat itu di sebrang jalan terdapat keranda itu.”

Aku terperangah mendengar analisis Mama.

“Bude, terima kasih banyak atas segala bantuan Bude selama kami tinggal di kostan ini. Kami mohon pamit,” ujar Mama.

Bude mengangguk. Senyumnya yang misterius, membuat bulu kudukku merinding. Penampilan Bude mirip dengan tokoh penunggu rumah hantu yang pandai menyimpan rahasia di film horor.

Akhirnya, malam ini aku tidur kembali di rumah. Baru saja aku hendak terlelap, ada sesuatu yang mencengkeram kakiku. Maka, aku pun menoleh. Tampak sekilas tangan Mama mencengkeram kakiku. Ganjilnya, Mama sedang tertidur lelap. Aku pun terpaksa membangunkannya.

“Ma, mengapa mencengkeram pergelangan kaki kiriku?”

“Mama tidak mencengkeram pergelangan kakimu. Lihatlah! Tangan kanan Mama sedang memegang tasbeh. Sedangkan tangan kiri Mama ada di bantal.”

Jadi, tangan siapa itu?

Kemudian, aku tertidur dan bermimpi berada di kostan bersama Kunti. Dalam mimpiku, biji-biji saga merah berhamburan dan melompat-lompat di lantai kostan. Kucing hitam bermata merah dari dalam kamar kostan, hampir menabrak kakiku. Dan kemudian, ia menghilang di kegelapan malam.

Wajah Kunti yang seputih kertas sangat kontras dengan kedua matanya yang merah. Ia tak berbicara, tapi aku bisa mengerti apa yang hendak ia utarakan.

“Kembalilah ke kostan ini. Mari kita tinggal bersama. Aku, kau, dan Mama-mu…”

Tiba-tiba di sampingku ada anak kecil berkepala gundul yang menyeringai. Mulutnya penuh gigi taring kecil yang berlumuran darah.

Dalam mimpi aku menjerit. Aku tak mau tinggal di kostan seram itu. Tiba-tiba aku terbangun tepat tengah malam. Kostan itu seperti memanggil-manggil diriku…

Apakah hantu dengung yang cantik jelita itu sebenarnya Kunti? Bagaimana menurut kalian?

 

Kamis, 06 Oktober 2022

7 Fakta Menarik Film KKN di Desa Penari, Lokasi Masih Menjadi Teka-teki

 

Film KKN di Desa Penari menjadi menjadi perbincangan hangat. Sejak tayang perdana 30 April lalu, film tersebut sudah meraih lebih dari 3 juta penonton.

Film yang diangkat dari kisah nyata ini awalnya berupa thread di lini masa Twitter yang diunggah akun Twitter @SimpleM81378523 pada 2019. Thread terseut kemudian viral.

Penayangan film KKN di Desa Penari sempat tertunda dua kali karena pandemi Covid-19. Ada beberapa fakta menarik dari film begenre horor ini. Berikut ini fakta-fakta film KKN di Desa Penari:

1. Dua versi cerita
KKN di Desa Penari memiliki dua narasumber, yaitu versi penuturan Nur dan Widya yang keduanya merupakan dua dari 6 mahasiswa dalam kegiatan KKN di Desa Penari.

Akun Twitter @SimpleM81378523 menyamarkan nama-nama keduanya sehingga Widya dan Nur bukanlah nama asli mahasiswa tersebut.

Kegiatan KKN sendiri terjadi tahun 2009 dan diikuti 14 mahasiswa. Akun Twitter @SimpleM81378523 hanya mengisahkan enam mahasiswa agar cerita lebih fokus.

2. KKN terjadi di kota B

Lokasi asli KKN disebutkan berada di sebuah kabupaten di Jawa Timur dengan inisial B. Muncul dua nama kota, yaitu Bondowoso dan Banyuwangi. Namun belakangan lebih condong ke Banyuwangi.

Alasannya, Banyuwangi terdapat dua hutan, yaitu Alas Purwo dan Alas Gumitir, serta dekat dengan tradisi tari. Sampai sekarang lokasi pasti kisah KKN di Desa Penari masih menjadi misteri.

3. Desa Penari yang misterius

Widya adalah mahasiswa yang pertama kali mengusulkan Desa Penari sebagai tujuan KKN. Sampai akhirnya desa tersebut dipilih karena masih asri dan lokasinya terpencil.

4. Kepala Desa awalnya tidak mengizinkan KKN

Rombongan mahasiswa yang di Desa Penari sempat ditolak kepada kepala desa setempat, Pak Parbu. Alasannya, selama ini desa setempat belum pernah menjadi lokasi KKN.

Namun, karena rombongan datang dari tempat yang jauh, kepala desa akhirnya mengizinkan dengan persyaratan tertentu. Salah satunya mahasiswa tidak dilarang melewati garis pantangan.

Pak Prabu sempat menunjukkan sebuah tapak tilas desa, garis pembatas yang tidak boleh dilewati siapa pun.

5. Tempat pemandian keramat

Desa Penari memiliki tempat pemandian keramat, yaitu sinden. Saat Widya dan Nur mandi di sinden, Nur mencium baum anyir daging busuk. Dia juga merasa ada yang menyentuh tubuhnya saat mandi.

Sinden berupa bangunan mirim candi yang biasa digunakan warga setempat untuk mandi atau kegiatan lain, seperti mencuci. Sinden misterius itu rupanya angker, penunggu mengikuti Widya dan Nur pulang ke pondokan.

6. Dua mahasiswa meninggal dunia

Setelah melewati banyak teror dan kejadian mistis, kegiatan KKN jadi kacau. Apalagi setelah dua mahasiswa, Ayu dan Bima, melanggar aturan adat desa.

Keduanya kesurupan terus-menerus sampai sekarat. KKN kemudian dihentikan, pihak keluarga dan kampus menjemput para mahasiswa keluar lokasi KKN.

Bima sempat dirawat di rumah sakit namun dua minggu kemudian meninggal dunia. Ayu juga sempat menjalani beragam pengobatan medis,dan non-medis sampai menjalani terapi di sebuah pondok pesantren.

Pihakkeluarga dan pondok pesantren sempat mengadakan pengajian selama tujuh malam sebelum akhirnya Ayu meninggal dunia, menyusul Bima.

7. Cerita ditulis selama 11 Hari

Kisah KKN di Desa Penari ditulis akun Twitter @SimpleM81378523 selama 11 hari, mulai 24 Juni 2019 hingga 5 Juli 2019 dari penuturan Widya.

Sedangkan cerita dari sudut pandang Nur ditulis selama 5 hari mulai 20 Juli hingga 25 Juli 2019. Thread tersbeut kemudian viral di lini masa Twitter

Akun Twitter @SimpleM81378523 sempat menjadi tamu podcast Raditya Dika di kanal Youtube, dan mengungkapkan awal mula dia menulis thread horor tersebut.

Awalnya akun Twitter @SimpleM81378523 mengaku tidak mendapatkan izin menuliskan di media sosial karena alasan privasi.

Namun, setelah kesepakatan bahwa nama-nama baik lokasi, mahasiswa, dan universitas dirahasiakan akhirnya thread bisa diunggah.

Karena itu, Desa Penari sebagai lokasi tempat KKN itu sampai sekarang tetap misteri, dan masih menjadi teka-teki.

Rabu, 05 Oktober 2022

Bikin Merinding, Kisah Mistis Terjebak di Kampung Gaib

 

https://caspo777.onl/register


Berkunjung ke sebuah daerah memang harus ekstra hati-hati dengan etika dan perilaku kita ya, Guys. Bertindak nggak sopan bisa langsung 'ditegur' sang penunggu, loh! Contohnya seperti dua pemuda Angga dan Bayu yang terjebak di sebuah kampung berpenghuni makhluk gaib. 

Pengalaman mereka diceritakan kembali oleh akun Twitter @SiskaNoviW. Berawal dari keinginan Angga dan Bayu untuk mendaki salah satu gunung, mereka berdua pun menginap di rumah pakdenya Bayu di dekat gunung tersebut.  

Meminjam motor milik pakde, Angga dan Bayu berangkat jam 8 pagi menuju kawasan gunung. Dalam perjalanan mendaki, Bayu yang mulai agak tertinggal karena kelelahan melihat Angga menenggak minuman keras dari botol kaca. 

"Angga, tenan loh yo! Kon lek sampek mendem trus karepe dewe nok panggon e uwong. Aku wegah nanggung resiko loh," Dengan bahasa Jawa Bayu memperingatkan sahabatnya.
(Angga, beneran loh ya! Kamu kalau sampai mabuk lalu seenaknya sendiri di tempat orang, aku nggak mau menanggung resikonya loh) 

Angga hanya tersenyum lebar. Saat mereka mencapai puncak gunung, firasat Bayu pun menjadi kenyataan. Angga yang mabuk muntah berkali-kali. Meski begitu dia masih tertawa-tawa. Bayu yang cemas dan khawatir pun memaksa Angga pulang menjelang subuh.  

Dari puncak gunung hingga pelataran parkir motor, Angga diam saja. Begitu juga saat motor beranjak meninggalkan kawasan gunung. Bayu merasa aneh dengan tingkah Angga yang biasanya cerewet dan banyak tingkah. Tapi belum sempat bertanya ke Angga, Bayu tiba-tiba mengerem laju motor. Yang ada di hadapannya sungguh tak dapat dipercaya. 

Seekor ular dengan ukuran sangat besar melintas di tengah jalan. Bayu kaget, namun dia hanya bisa menunggu sampai si ular selesai menyebrang jalan. Kini kekhawatirannya bertambah. Tak hanya mencemaskan Angga yang terdiam menatap jalan dan ular besar di hadapannya, Bayu juga takut ada hewan liar lain di sekitarnya.  

10 menit berlalu, namun si ular belum juga kelihatan ujungnya. Kabut yang semakin tebal membuat jarak pandang terbatas. Karena tak saling bicara sejak dari puncak gunung, Bayu tak melihat bahwa sahabatnya tak lagi duduk di atas motor. Bayu panik luar biasa menyadari Angga menghilang.

Dia mengambil ponsel dan kekagetannya bertambah saat melihat jam baru menunjukkan pukul 00.01 dinihari. Padahal Bayu yakin dia dan Angga meninggalkan puncak gunung pada jam 03.15. 

Namun soal jam hanya masalah kecil. Mungkin ponselnya error, pikir Bayu. Menemukan Angga di situasi gelap mencekam jelas lebih penting. Bagusnya, ular di tengah jalan sudah menghilang. Bayu bergegas menyalakan motor untuk mencari Angga. Namun mesin motornya tak kunjung menyala.

Di tengah kepanikan Bayu melihat tiga sosok nenek yang memanggul keranjang di punggung. Keranjang itu diikat kain yang terlilit di dada mereka. Mereka berhenti di depan Bayu yang sekarang panik dan takut. Namun mereka menenangkan Bayu dan memperkenalkan diri sebagai Mbah Ira, Mbah Sukma, dan Mbah Dwipo, warga Kampung Wurung. 

"Sakdurunge tekone srengenge, awakmu kudu metu soko alas iki," ujar salah satu dari  Lek sampek durung metu sampek srengenge teko. Awakmu bakalan nok kene sampek selawase," Ucap mbah dwipo 
(Sebelum datangnya matahari, kamu harus keluar dari hutan ini. Kalau sampai belum keluar sampai matahari datang, kamu akan di sini selamanya) 

Singkat cerita, Mbah Dwipo bersedia mengantar Bayu mencari Angga. Syaratnya, Bayu hanya boleh memegang bahu Mbah Dwipo dan dilarang menoleh ke kanan dan ke kiri. Bayu menurut. Selama perjalanan dia mendengar banyak suara, mulai dari suara gamelan hingga suara sekumpulan orang. Namun tak sedikitpun kepalanya yang menunduk bergerak ke arah suara itu.  Sampai langkah Mba Dwipo berhenti dan dia berkata,

"Koncomu saiki kenek gudo Nyai Galuh. Kui penungguk nok alas iki gawe menungso seng gowo sifat lan tutur elek nang kene," kata Mbah Dwipo dengan tampang prihatin. "Bengok en koncomu. Lek sampek peng telu koncomu ora noleh, dekne kudu ditinggal,"

Tanpa pikir panjang Bayu meneriakkan nama Angga yang sedang menari bersama seorang wanita. Seekor ular melilit di bahu sahabatnya itu. Dua kali meneriakkan nama Angga, Bayu mulai kecil hati Angga tak kunjung menoleh ke arahnya.  

Bayu memalingkan pandangan ke Mbah Dwipo yang kemudian menganggukkan kepala. Menyuruhnya mencoba untuk yang terakhir kali. Bayu pun menarik napas panjang sambil berdoa dalam hati. 

"Anggaaaaaaaaa, iki aku bayu. Sadar. Aku nok kene, Nggaaa!" Bayu berteriak. 

Angga berhenti menari dan menoleh ke arah Bayu. Wanita yang menari bersama Angga juga ikut menoleh. Wajahnya bersisik seperti ular dengan lidah terjulur. Matanya menatap Bayu penuh amarah. Mbah Dwipo pun sontak menyambar lengan Bayu dan mereka berdua berlari menjauhi wanita itu. 

"Le, wektune wes kate entek. Awakmu kudu tak tokno soko kene. Ayo, tutno mlakuku," Mbah Dwipo berkata kepada Bayu. 
(Nak, waktunu sudah mau habis. Kamu harus aku keluarkan dari sini. Ayo, ikuti jalanku) 

Sambil berlari mengikuti Mbah Dwipo, Bayu melihat orang-orang di sekelilingnya. Ada seorang tentara yang memanggul senapan, ada juga pria yang tubuhnya berdarah-darah, dan ada juga orang yang matanya hampir copot. Namun Bayu terus berlari di tengah kabut tebal dan hembusan angin kencang. Sampai kakinya terasa sakit dan dia terjatuh. Matanya terasa berat dan Bayu pun tak sadarkan diri. 

Saat membuka mata, Bayu melihat kedua orang tua dan pakdenya. Bayu menyadari dia terbaring di tempat tidur rumah sakit. Namun yang ada di kepalanya hanya Angga. 

"Sabar le, sabar. Angga selamat. Saiki sek dirawat nok kamar sebelah. Wes gausah khawatir le," Ujar Pakde.

(Sabar, sabar. Angga Selamat. Sekarang masih dirawat di kamar sebelah. Sudah, nggak usah khawatir) 

Bayu pun bernapas lega dan kembali mengingat apa yang sudah dilaluinya setelah menuruni puncak gunung bersama Angga. Pakdenya menjelaskan, warga menemukan Bayu dan motornya tergeletak di pinggir jurang. Sedangkan Angga ditemukan di pinggir sungai yang sangat jauh dari tempat Bayu ditemukan.  

Bayu memaksakan diri bangun dari tempat tidur menemui Angga. Dia melihat temannya masih belum siuman. Dalam hati Bayu berdoa semoga kejadian yang baru saja dia alami tak akan pernah terulang lagi kepada siapapun. 

Selasa, 04 Oktober 2022

Cerita Horor Desa Gondo Mayit, Kisah Mistis Pendaki Gunung

 


Ini merupakan kisah nyata. Bercerita tentang pengalaman mistis dua pendaki gunung di Jawa Timur, Erik dan Damar.

Kedua pendaki tersebut tersesat di sebuah desa gaib bernama Desa Gondo Mayit. Penulis kisah nyata ini terjadi pada kurun waktu tahun 2011–2012.

Mereka mulai mendali sekitar pukul 20.00 melalui jalur pendakian tidak resmi. Tidak seperti pendakian-pendakian sebelumnya, kali ini pendakian merekadi penuhi teror mistis.

Berawal dari Damar dia ingin buang air kecil. Dususul kemudian tercium aroma bunga kemboja yang menyengat. Sementara Erik melihat sosok di balik pepohonan yang ternyata kuntilanak.

Teror berbagai penampakan terus mereka alami. Namun, keduanya tetap melanjutkan pendakian. Anehnya, setelah berjalan sampai berjam-jam mereka tidak juga sampai di pos yang kedua.

Mereka sudah terbiasa mendaki gunung ini. Mnegingat mereka sudah berjalan sangat lama, seharusnya mereka bahkan sudah sampai pos tiga.

Karena sudah kelelahan , mereka pun berniat mendirikan tenda. Namun, mendadak mereka dikejutkan dengan suara kaki-kai yang berjalan dan suara gamelan di kejauhan.Karena sudah kelelahan , mereka pun berniat mendirikan tenda. Namun, mendadak mereka dikejutkan dengan suara kaki-kai yang berjalan dan suara gamelan di kejauhan.

Keduanya mengikuti suara itu dan menemukan orang-orang yang berjalan memanggul keranda jenazah. Sangat aneh karena menguburkan jenazah malam hari, dan dilakukan di gunung.

Keduanya merasa aneh karena orang-orang tersebut tidak bersedih, tapi justri terlihat gembira. Mereka bahkan membunyikan gamelan sebagai iringan pemakaman.

Di tengah suasana aneh itu, seorang nenek menghampiri mereka. Sang nenek mengatakan bahwa keduanya sedang tersesat di sebuah desa gaib, yaitu Desa Gondo Mayit. Dan siapa saja yang masuk ke desa itu tidak akan pernah selamat.

Kisah ini penuh dengan teror makhluk halus. Cerita ini pun penuh upaya kedua pendaki untuk menyelamatkan diri keluar dari Desa GondoMayit dari serangan makhluk halus yang menginginkan nyawa mereka.

Kisah lengkap ini bisa dibaca di: DESA GONDO MAYIT


Senin, 03 Oktober 2022

Kisah Mistis Kontrakkan Gratis


joy.link/caspo777bet

Ibarat uji nyali, pasti akan ditemui kejadian aneh di di rumah limasan milik Mbah Min.

Rumah tersebut memang sengaja dikontrakkan secara gratis bagi siapa saja yang mau menempati. Adakah yang berani menempati?

Rumah limasan milik Mbah Min (bukan nama asli) itu berada di desa Birit.

Mbah Birit sendiri bekerja di Jakarta dan baru pulang saat di desa ada hajatan atau saat Lebaran.

Agar rumah agar tetap dihuni, maka oleh Mbah Birit ditawarkan kepada siapa saja yang mau menempati tidak dipungut uang sewa alias gratis.

Karena gratisan, maka orang pun antre untuk bisa menempati rumah itu.

Yuk gabung dan main di joy.link/caspo777bet

Tapi herannya, hampir tidak pernah ada yang tahan lama. Hanya sebentar, kemudian digantikan oleh orang lain yang sudah siap menggantikan.

Begitu seterusnya hingga lebih 10 kali rumah itu berganti penghuni.

Dari sekian orang yang pernah menempati rumah Mbah Birit, ada-ada saja cerita yang muncul.

Bahkan sampai ada bekas penghuni yang mengatakabn, dibayar saja tidak mau tinggal di rumah tersebut.

Konon menurut cerita tetangga kanan dan kirinya, memang rumah itu mengandung misteri.

Hanya saja sampai saat ini misteri tersebut belum terpecahkan.

Penghuni yang terakhir, baru seminggu ternyata tidak tahan di rumah itu.

Kejadian yang aneh menimpa keluarga Lik Jan (bukan nama asli) yang menempati rumah Mbah Min.
Suatu saat anaknya hilang dan saat dicari oleh istri Lik Jan, tahu-tahu anaknya ternyata diajak seseorang tak dikenal dan sudah berada di luar desa.
Padahal ketika itu anaknya masih di depan TV.

Begitu ditinggalkan ke belakang mengambilkan makanan, tiba-tiba sudah raib dari tempatnya.
Lha kok anak itu malah ditemukan di tepi jalan di luar desa oleh Mas Di (juga bukan nama asli) yang baru pulang dari sawah.

Juga ada beberapa kejadian aneh lain dialami oleh Lik Jan.

Pernah suatu saat Lik Jan diajak saudaranya makan bareng di restoran, tapi tahu-tahu dirinya sudah berada di tengah sawah.

Rentetan kejadian aneh itu membuat Lik jan cepat-cepat kabur dari rumah Mbah Min.
Begitu rumah itu dikosongkan, datanglah Mas Mar (bukan nama asli) yang pengin menempati.
Ia cuma modal nekat dan niat pengin gratis saja. Orangnya dikenal ndablek, yang penting dapat tumpangan gratis.

Mas Mar termasuk paling tahan dengan godaan, sehingga akhirnya bersama keluarga mampu bertahan hingga saat ini.

Mereka malah sudah memiliki anak dan tetap tak ada gangguan. Hingga kini Mas Mar tetap nyaman.

Ternyata rahasia itu terletak pada tekat yang kuat dan gratisan itu.

Yuk gabung dan main di joy.link/caspo777bet