Sabtu, 24 September 2022

Adik Keponakan Ku Yang Centil Dan Sexy

 


Kisah ini terjadi sekitar awal Januari, dimana waktu itu aku sedang sendiri di rumah, sedang nonton TV tiba-tiba aku di kejutkan oleh suara bel berbunyi.

“Kringg.. kring..” suara bel berbunyi itu membuat aku terkejut.

Kemudian aku membuka pintu, aku melihat seorang gadis berdiri menggunakan baju kaos berwarna putih dan rok mini berwarna hijau sampai ke lutut, wajahnya cantik dan sedap dipandang mata.

Aku bertanya, “Cari siapa dik..?”Dia balas dengan bertanya, “Benarkah ini rumah paman Mail..?”

Aku terkejut, karena nama yang dia sebutkan adalah nama papaku. Kemudian aku bertanya lagi. “Adik ini siapa?”

Dia hanya tersenyum. Senyumannya manis sekali, lalu aku jawab, “Benar, ini rumah paman Mail,” sambungku lagi. Dan sekali lagi dia tersenyum, manis sekali, membuat hatiku dag dig dug.

Aku bertanya lagi, “Adik ini siapa sih..?”

Sambil terseyum dia memperkenalkan dirinya, “Namaku Naomi,” kata-katanya terhenti,

“Aku datang kemari disuruh mama untuk menyampaikan sesuatu untuk paman Mail.”

“Oh iyah..” aku sampai lupa mempersilakan dia masuk ke rumah. Lalu kusuruh dia masuk.

“Silakan masuk,” kataku.Aku persilakan dia masuk, “Kan ngga enak bicara di depan pintu, apa lagi tamu.”Setelah berbicara sebenter di depan pintu, dia masuk dan duduk di kursi ruang tamu. Setelah kupersilakan duduk, aku mulai bertanya lagi tentang dia, dan siapa dia bagaimana hubungannya dengan papaku.“Kalau boleh tau, adik ini siapa yah..?”

“Hihihi..” dia tertawa, aku jadi heran, tetapi dia malah tertawa.

“Kalau ngga salah, pasti abang ini bang.. Sultan yah?” sambungnya.Aku terkejut, dari mana dia tahu namaku, lalu aku bertanya, “Kog adik tau nama abang?”

Lalu dia tertawa lagi, “Hihihi… ..tau dong.”

“Masa abang lupa sama aku?” lanjutnya. “Aku Naomi, bang. Aku anaknya tante Elen,” celotehnya menjelaskan.

Aku terkejut, “..ah.. jadi kamu anaknya tante Elen?” tambahku.

Aku jadi termangu. Aku baru ingat kalau tante Elen punya anak, namanya Naomi. Waktu itu aku masih SMP kelas 3 dan Naomi kelas 1 SMP. Kami dulu sering bermain di taman bersama. Waktu itu kami belum tahu tentang apa yang namanya cinta/sex dan kami tidak berjumpa lagi karena waktu itu aku pergi ke Australia sekitar 2 tahun.Sekembalinya dari Australia aku tidak pernah ke rumahnya karena sibuk sekolah. Sudah kira-kira 3 tahun kami tidak berjumpa, sampai aku mahasiswa tingkat 2, aku tidak ingat namanya lagi, kini bertemu sudah besar dan cantik lagi.Lalu kubertanya kembali menghamburkan lamunanku sendiri, “Bagaimana kabar mamamu?” tanyaku.

“Baik…” jawabnya.Kemudian dia mengulangi maksud dan tujuannya. Katanya, papaku diminta mamanya untuk datang ke rumahnya untuk membicarakan sesuatu hal.Lalu aku balik bertanya dengan penasaran, “Kira-kira yang akan dibicarakan apa sih..?”

Dia menjawab sambil tersenyum manis nan menggoda. Sambil tersenyum, aku memperhatikan dirinya penasaran.Tiba-tiba dia bicara, “Ternyata abang ganteng deh, ternyata mama ngga salah bilang.”Aku jadi salah tingkah dan wajahku memerah karena dipuji. Adik ini ada-ada saja pikirku. Kemudian aku sambut kata-katanya, “Ternyata tante Elen punya anak cantik juga.” dia hanya tersenyum saja.“Paman Mail kemana bang?” dia bertanya membuka keheningan.

“Belum pulang kerja.” jawabku.

“Hmmm…” gumamnya.

“Ya udah deh, titip pesen aja gitu tadi, ya bang!” memastikan.

“Iya… oke.” jawabku pasti.

“Jangan lupa yah..!” lebih memastikan.

“Iya..” aku tegaskan lagi.

“Oke deh.. kalau gitu Naomi pamit dulu yah.. ngga bisa lama-lama nih.. mama bilang jangan lama-lama.” jelasnya. “Pamit yah bang!” tambahnya.

“Oke deh,” mengiyakan. “Hati-hati yah!” sambungku seperti cowok-cowok lain pada cewek umumnya.Dia hanya tersenyum menjawabnya, “Iya bang…”Nah, detik itu jugalah momen itu terjadi. Tidak tahu kenapa dia tiba-tiba menarik tanganku dan mencium pipiku. Bercampur rasa bingung dan asyik di hatiku.“Waduh… buat apa itu tadi?” tanyaku bodoh. Dia hanya tersenyum.

“Abang ganteng deh,” jelasnya sambil melepaskan pegangan tangannya.
Nah, itu dia, karena menurutku aji mumpung perlu diterapkan, aku menangkap tangannya dan balik mencium pipinya. Dia menjadi kaget dan aku hanya tersenyum saja, memasang wajah innocent yang jauh dari sempurna.

Balas dendam pikirku. Karena kepalang keasyikan dan sudah timbul nafsu. Aku memberanikan diri lagi untuk mencium bibirnya mengusik kediamannya karena kaget pada ciuman pertamaku tadi.
“Mumpung rumah sepi… kesempatan nih..” pikirku dalam hati.

Aku memberanikan diri untuk lebih lagi dengan meraba tonjolan yang ada di dadanya yang terbungkus bra dari luar.

Dia mendesah, “..ahh..hem..”
Tonjolannya agak lumayan kalau tidak salah taksir, kira-kira 32b besarnya. Karena sudah sangat bernafsu, dan ego kelelakianku meningkat, hasrat itu pun timbul. Aku belai tubuhnya perlahan dan terus menaik sampai ke lehernya. Kubuka baju yang dia pakai hingga terlepas. Dan aku terus meraba bongkongnya yang lumayan juga besarnya kalau tidak salah taksir dapurnya kira-kira 61.

“Seperti penyanyi saja,” gumamku dalam hati.
Karena keadaan kurang memungkinkan, kugendong dia ke kamarku sambil kami berciuman terus. Kurebahkan dia di kasur dan kutindih dia. Kubuka perlahan-lahan kaos yang dia pakai dan BH-nya aku buka hingga polos. Terpampang di depanku sebuah pemandangan yang indah, sebuah gunung dua yang sangat indah dengan pucuknya berwarna merah ranum.

Aku dengan rakusnya meremas dan mengulum kanan dan kiri. Tanganku dengan aktif terus menjalar ke rok yang dia pakai. Perlahan-lahan aku turunkan hingga terbuka semuanya. Aku melihat kodam (kolor,dalam) warna putih dengan berenda bunga. Kubuka perlahan-lahan dengan sabar, hati-hati dan lembut. Tiba-tiba dia menepis tanganku.

“Jangan bang..! Jangan bang..!” dia memohon, tetapi aku yang sudah dirasuki setan tidak ambil pikir.

Kemudian kucium bibirnya dan kuremas kembali gunungnya. Dia terangsang. Kucoba mengulang kembali, kutarik kodamnya (kolor,dalam) perlahan-lahan. Dia tidak menepis tanganku, terus kubuka dan kuterpana melihat pemandangan yang begitu indah yang tidak bisa dikatakan dengan kata-kata. Aku melihat sebuah kemaluan yang masih gundul yang hanya dikelilingi dengan rambut yang masih belum lebat.


Kusibak hutan yang masih agak gundul. Ada cairan bening yang keluar dari dalam hutannya.
Dia sudah terangsang. Kubuka bajuku tergesa-gesa. Pakaianku hanya tinggal kodam (kolor dalam) saja tetapi Ucokku (kejantananku) sudah mau lompat saja, ingin mencari sasaran.

Sudah tidak tahan ucokku sehingga aku langsung meraba hutannya.
Kusibak (buka) hutannya dan aku menciumnya. Kemudian kujilat semacam daging yang keluar dari kemaluannya. Kujilat terus kelentitnya hingga dia meyilangkan kakinya ke leherku.

“Ahh.. ohh.. yaa..” desahnya.

Kumasukan jari tanganku satu dan kukorek-korek dalam hutanya.
Dia semakin merapatkan kakinya ke leherku sehingga mukaku terbenam dalam hutannya. Aku tidak bisa bernafas. Aku terus hajar hutannya.

“Hauhh.. ahh.. yahh.. huhhh..” terdengar suara desahya.

Aku terus hisap sehingga timbul suara yang entah dia dengar atau tidak.
Kemudian perlahan-lahan kakinya agak melonggar sehingga aku bisa nafas dengan bebas kembali.
Aku terus menghisap dalam hutannya. Setelah puas kubermain di hutanya, kuhisap lagi gunung kembarnya, kiri dan kanan.

“Bang.. aku udah ngga tahan nih.. mau keluar..” desahnya.

Kupercepat lagi hisapanku, dia merintih.

“Ahh.. oohhh.. yahh.. serrrr..” dia lemas. Ternyata dia sudah klimaks.
Kubuka kodamku dan kejantananku ini kukeluarkan. Taksiranku, kejantananku kira-kira 14 cm panjangnya kalau sudah tegang. Kubimbing kejantananku (ucok) ke arah hutannya. Kugesek-gesekan kejantananku pada liang kelaminnya, kusodok perlahan-lahan.

Awalnya meleset, tidak masuk. Wah, ternyata dia masih perawan. Kucoba lagi perlahan-lahan, tidak juga bisa masuk. Kuberi air ludah ke batang kejantananku agar tambah licin. Kemudian kucoba lagi, hanya masuk ujung kepalanya saja, dia merintih.

“Aduh.. sakit bang.. sakit..” rintihnya.

Aku berhenti sejenak, tidak melanjutkan sodokanku, kukulum lagi gunungnya, dadanya terangkat ke atas. Tidak lama dia terangsang lagi, lalu kucoba lagi untuk meyodok (seperti permainan bola billyard).

Kusodok terus dengan hati-hati, aku tidak lupa memberi ludahku ke kejantananku. Karena hutannya becek akibat klimaks tadi jadi agak licin sehingga kepala kejantananku bisa masuk dia merintih.

“Aduh.. sakit bang…”
“Tahan dikit yah.. adikku manis..`ngga sakit kok.. cuman sebentar aja sakitnya…” bisikku di daun telinganya. Dia diam saja. Kusodok lagi, akhirnya masuk juga kepala si ucok, terus kusodok agak keras biar masuk semua.

“Slupp.. blesss..” dan akhirnya masuk juga ucokku. Dia menggigit bibirnya menahan sakit. Karena kulihat dia menahan sakit aku berhenti menunggu dia tidak kesakitan lagi. Ucokku masih terbenam dalam hutannya, kulihat dia tidak menggigit bibirnya lagi. Kusodok lagi ucokku perlahan-lahan dan lembut, ternyata dia meresapinya dan kembali terangsang. Kusodok terus.

“Ahh.. auuohhh.. yahh.. terus bang..” pintanya karena dia teransang hebat sambil mengoyangkan pinggulnya ke kiri kanan. Rupanya dia sudah tidak kesakitan lagi. Semakin kuat kusodok.“Auoohhh.. ahhh.. yahh.. uhhh.. terus bang!” kakinya dililitkan ke leherku.

“Ahh.. yaa..” rintihnya lagi, terus kusodok agak keras.“Selupp.. selup..” suara ucokku keluar masuk, aku juga merasakan ada denyutan dalam hutannya seperti menghisap (menarik) ucokku. Rasanya tidak bisa dikatakan dengan kata-kata.“Yahh.. aouuhh… yahh..” suaraku tanpa sadar karena nikmatnya.

“Bang.. enak bang.” kusodok terus.

“Uohh.. ahhh.. yahh.. terusss bang! Yahh.. yahh.. ngga tahan nih bang..” dia terus berkicau keenakan, “oohh.. yahh… aouuhh.. yaa.. i coming.. yes..” terus dia berkicau

Entah apa katanya, aku tidak tahu karena aku juga merasakan sedotan dalam hutanya semakin kuat. Dia meremas kain penutup tilam sampai koyak. Aku terus meyodok dan terus tidak henti-henti.

“Aouhhh.. ahhh.. yahh.. yaa.. mau keluar nih bang..” dan, “Slerrrr…” dia keluar, terasa di kepala ucokku. Dia klimaks yang kedua kalinya.

Aku terus memacu terus mengejar klimaksku,

“Yahh.. aouuu.. yahh..” ada denyutan di kepala ucokku.“Yahh.. ahhh..” aku keluar, kutarik ucokku keluar, kuarahkan ke perutnya.

Air maniku sampai 3x menyemprot, banyak juga maniku yang keluar, lalu kukecup keningnya.

“Terima kasih..” aku ucapkan.

Kulihat ada bercak darah di sprei tilam, ternyata darah perawanya. Lalu kuajak dia membersihkan diri di kamar mandi, dia mengangguk. Kami mandi bersama. Tiba-tiba ucokku bangkit lagi melihat bongkongnya yang padat dan kenyal itu. Kutarik bokongnya dan kutunggingkan. Kusodok dari belakang.

“Aduh..” gumamnya karena masih agak sempit dan masih terasa ngilu karena baru hilang keperawanannya.

Dia terangsang kembali, kuremas gunung kembarnya, aku berdengus. “Ahh.. aouhhh.. yaaa.”

“Crottt.. croottt.. crottt..” kukeluarkan maniku dan kutumpahkan di bokongnya.

Kami terus bermain sampai 3 kali. Aku teringat kalau sebentar lagi mama akan pulang, lalu kusuruh cepat-cepat si Naomi mandi dan mengenakan pakaiannya. Kami tersenyum puas.

“Terima kasih yah bang,” aku tersenyum saja dan aku mencium bibirnya lagi serta membisikkan ke telinganya, “Kapan-kapan kita main lagi yah!

”Dia hanya tersenyum dan, “..iya,” jawabnya.

Setelah berpakain dan merapihkan diri, kuantar dia ke depan rumah. Dan ciuman manis di bibir tidak lupa dia berikan kepadaku sebelum pergi. Aku hanya bisa melihat dia berjalan pergi dengan langkah yang agak tertatih karena merasakan nyeri di selangkangannya.

Jumat, 23 September 2022

Cerita Dewasa Ngentot Di Toilet


Saat itu aku sedang diminta menjaga rumah adik, karena keluarganya akan pergi hingga sore dan Eren Renggal di rumah, karena kondisi perutnya yang kurang baik. Menjelang keberangkatan keluarga adik, aku sudah datang di sana.

“Mas..Eren di rumah, perutnya agak kurang beres. Mis yang tak bawa“, adikku memberi tahu. “Oo..ya“, jawabku. Tak berapa lama mereka telah berangkat. Aku bergegas memasukkan sepeda motor ke dalam rumah. Eren lalu mengunci pagar. Aku masuk rumah lalu cepat – cepat duduk di depan komputer, browsing, karena suami adikku memasang internet untuk mendukung pekerjaannya. Mengecek email cari info ini itu dan..tentunya get into DS..he3x. 10menit kemudian Eren menyajikan segelas es teh untukku.

“Makasih ya Ren“, ucapku. “Iya Pak..silakan diminum“, kata Eren. Pembantu – pembantu adikku memang dibiasakan memanggil “Pak“ pada saudara – saudara majikannya, padahal terdengar sedikit asing di telinga.

Eren lalu kembali ke dapur, aku lalu meminum es tehnya, “Hah..segernya“, cuaca sedikit panas walau agak mendung. Eren kembali memasuki ruang keluarga, merapikan mainan – mainan anak adikku. Posisi meja komputer dan mainan yang bertebaran di lantai selisih dua kotak. Semula aku belum ngeh akan hal itu. Semula mataku menatap layar komputer. Saat Eren mulai memasukkan kembali mainan – mainan ke keranjang, baru aku menyadarinya.

Sesekali aku meliriknya. “Sedikit putih ternyata anak ini. Bodynya biasa aja sih, langsing dan kayaknya masih padat. Wah..ini gara – gara masuk situs bokep jadi mikir macem – macem..hi3x“, pikiranku berkata – kata. Karena jarak kami yang lumayan dekat, maka ketika Eren bersimpuh di lantai merapikan mainan di keranjang, otomatis kaosnya yang sedikit longgar memperlihatkan sebentuk keindahan yang terbungkus penutup warna biru. Eren jelas tidak tahu kenakalan mataku yang sedang menatap sebagian keindahan tubuhnya.

“Andaikan aku…uhh..ngayal nih“. Tak terasa penisku mulai membesar, “Ke kamar mandi mbetulin posisi penis nih..sambil kencing“. Komputer kuRenggal dengan layar bergambar Maria Ozawa sedang disetubuhi di kamar mandi. Aku lalu masuk kamar mandi, membuka jins dan cd lalu mengeluarkan penis. Agak susah juga kencing dengan penis yang sedikit tegang. “Lah..pintu lupa tak tutup“, aku terkejut. “Terlanjur..gak ada orang lain kok“, aku mendinginkan diri.

Aku keluar dari kamar mandi dan kembali duduk di depan komputer, melanjutkan ngubek – ubek bokep. “Cari camilan di meja makan ah..jadi lapar“. Aku mencari apa yang bisa dimakan untuk menemani kesibukan nge net. “Ada roti sama biskuit nih..asyik“. Roti kusemir mentega dan selai kacang dan diatasnya kulapis dengan selai blueberry, “Hmm..enaknya. Nanti bikin lagi ah..masih banyak rotinya“. Rumah adikku tipe agak kecil, jadi jarak antar ruangan agak dekat.

Letak meja makan dengan kamar pembantu hanya 3meter – an. Kulihat dengan ujung mata, Eren sedang di kamarnya entah beraktifitas apa. Selesai menyelesaikan semiran roti, aku kembali ke ruang keluarga yang melewati kamar pembantu dan kamar mandi mereka. 2detik aku dan Eren bertatapan mata, tidak ada sesuatu, biasa saja. Kumakan roti sambil main lagi.

Terdengar gemercik air di belakang. Mungkin Eren sedang mencuci perabotan dapur atau sedang mandi. “Belum ambil air putih nih..“, tak ada maksud apa – apa dengan suara air tersebut. Hanya kebetulan aku belum minum air putih, walau telah ada es teh. Aku ke ruang makan lagi dan mengambil gelas lalu menuju dispenser. Mata dan pikiran hanya tertuju pada air yang mengucur dari dispenser.

Baru setelah melewati kamar mandi pembantu ada yang special di sana. ”Lah..pintunya kok sedikit buka. Ren lupa dan sedang apa di dalam..moga gak mandi. Bisa dilaporin ngintip aku”. Masih tak terlihat kegiatannya, setelah tangan yang sedang menggapai gayung dan kaki yang diguyurnya baru aku ngeh..Eren sedang mandi.

”Duhh..kesempatan sangat – sangat langka ini..tapi..kalo dia teriak dan nanti lapor adikku..bisa gawat bin masalah. Berlagak gak liat aja ahh”. Aku menutup pintu kaca ruang makan dan melewati kamar mandi Eren. Tiba – tiba ”Ahh..ada kecoak..Hush..hush..Aduhh..gimana nih”, terdengar keributan di sana. ”He3x..ternyata dia takut kecoak toh”, aku tersenyum sambil pegang gelas saat melewati kamar mandi.
”Pak..Pak”, Eren memanggilku. ”Walah..malah panggil aku. Gimana nih”. ”Tolong ambilkan semprotan serangga di gudang ya Pak..cepet ya Pak..atau..”, tidak terdengar lanjutan kalimatnya.

Sejak Eren bersuara, aku sudah berhenti dan diam di dekat pintu kamar mandi. ”Atau..Bapak yang masuk pukul kecoaknya..mumpung masih ada”, lanjutnya. Deg..”Ini..antara khayalan yang jadi nyata dan ketakutan kalo dilaporkan”, aku berpikir. ”Cepet Pak..kecoaknya di dekat kloset. Bapak masuk aja..nggak papa.

Nggak saya laporin ke Bapak sama Ibu”, Eren tahu keraguanku. ”Jangan ah..nanti kalo ada yang tau atau kamu laporin bisa rame”, jawabku. ”Nggak Pak..bener. Aduh..cepet Pak..dia mau pindah lagi”, Eren kembali meyakinkanku dan meminta aku cepat masuk karena kelihatannya si kecoak mau lari lagi. ”Ya udah kalo gitu. Bentar..ambil sandal dulu”. Sambil tetap menimbang, take it or leave it. Aku menaruh gelas di meja makan lalu mengambil sandal untuk membunuh kecoak nakal itu.

Entah rejeki atau kesialan bagiku tentang kemunculannya. ”Aku masuk ya Ren”, masih ragu diriku. ”Masuk aja Pak”, Eren tetap membujukku. Kubuka pintu kamar mandi sedikit, lalu kuintip letak kecoaknya, belum terlihat. Pintu dibuka lebih lagi oleh Eren.

Kepalanya sedikit terlihat dari balik pintu dan tangannya menunjuk letak kecoak, ”..tuh Pak mau lari lagi”. Aku melihatnya dan mulai masuk. Eren berdiri di balik pintu dengan menutupi sedikit bagian tubuhnya dengan handuk. Terlihat paha; pundak dan daging susunya. Serta rambut yang diikat di belakang kepalanya, walau hanya sedikit semua. Handuknya menutupi bagian paha ke atas, perut hingga bagian dada, warna biru, yang disangga tangan kirinya.

Semua hal itu dari ekor mataku, karena fokusku pada sang kecoak. ”Memang mulus dan cukup putih”, masih sempat aku memikirkannya. Bagaimana tidak, jarak kami hanya 2 – 3 langkah, tidak ada orang lain lagi di rumah.

”Plak..plak”, kecoak pun mati dengan sukses. Aku guyur dengan air agar masuk ke lubang pembuangan. Tanpa memikirkan lebih lanjut, aku lalu melangkah ke luar kamar mandi. ”Terima kasih ya Pak..sudah nolongin”. ”Oh..iya..”, sambil kutatap dia dan Eren tersenyum. ”Bapak nggak cuci tangan sekalian..di sini saja”, tawar Eren. ”Wah..ini. Makin bikin dag dig dug”. ”Emm..iya deh”. Aku akan mencuci tangan dengan sabun, yang ternyata posisi tempat sabun ada di belakang tubuh Eren.

Aku menengok ke belakang tubuhnya. Rupanya dia baru sadar, lalu mengambilkan sabun, ”Maaf Pak..ini sabunnya”. Eren mengulurkan sabun dengan tersenyum. Sabun yang sedikit basah berpindah dan tangan kami mau tidak mau bersentuhan. ”Makasih ya”, ujarku.

Aku mencuci tangan dan mengembalikan sabun padanya. ”Bapak nggak..sekalian mandi”, tanya Eren. ”Waduh..tawaran apa lagi ini. Tambah gawat”. ”Iya..nanti di rumah”. ”Nggak di sini saja Pak?”. ”Kalo di sini yaa di kamar mandi depan”. ”Di kamar mandi ini saja Pak..”. ”Nggaklah..jangan. Di depan aja. Kalo di sini ya habis kamu mandi”. ”Maksud saya..sekalian sekarang sama saya. Hitung – hitung Bapak sudah nolongin saya”. Matanya memohon. Deenngg, sebuah lonceng menggema di kepala.

”Ini ajakan yang membahayakan, juga menyenangkan”, pikirku. ”Bapak nggak usah mikir. Saya nggak akan bilang siapa – siapa. Ya Pak..di sini saja”, dia memahami kekhawatiranku. ”Emm..ya udah kalo kamu yang minta gitu”, jawabku.

Entah mengapa aku merasa canggung saat akan membuka kaosku. Padahal tidak ada orang lain dan juga sesekali ke pijat plus. Aku buka jam tanganku dulu, lalu aku keluar dari kamar mandi dan kuletakkan di meja makan. Posisi Eren masih tetap di belakang pintu, dengan tangan kanan menahan pintu agar tetap agak terbuka.

Kembali ke kamar mandi, kubuka kaosku dan kusampirkan di cantolan yang menempel di tembok. ”Pintunya nggak ditutup aja Ren ?”, tanyaku. Pertanyaanku sesungguhnya tidak memerlukan jawaban, hanya basa basi. “Nggak usah Pak..kan nggak ada siapa – siapa”, jawab Eren.

Lalu kubuka jinsku, kusampirkan pula. Sesaat aku masih ragu melepas kain terakhir penutup tubuhk, cd – ku. “Bapak nggak nglepas celana dalem ?”, tanyanya. “Heh..ya iya”, kujawab dengan nyengir. Penisku sebisa mungkin kutahan tidak mengembang, tapi hanya bisa kutahan mengembang ¼ – nya.

Sengaja kutatap matanya saat melepas cd – ku. Mata Eren sedikit membesar. Kusampirkan juga cd – ku. Lalu dengan tenang Eren menyampirkan handuk biru yang sedari tadi menutup sebagian tubuhnya. “Duh..pantatnya masih ok. Pinggangnya tidak berlemak. Sabar ya nak..kita liat situasi dulu”, kataku pada sang penis sambil kuelus.

Eren lalu membalikkan badan. Cegluk, suara ludah yang kutelan. “Uhh..susu yang masih bagus juga. Pentilnya nggak terlalu besar, areolanya juga, warnanya pas..nggak item banget. Perutnya sedikit rata dan..hmm..rambut bawahnya hanya sedikit”. Mau tidak mau, penisku makin mengembang dan itu jelas dilihat Eren. Kembali sebisa mungkin kutahan perkembangannya. Eren lalu menggosok gigi dahulu. Karena aku tidak membawa sikat gigi, hanya berkumur dengan obat kumur.

“Bapak saya mandiin dulu ya”, kata Eren. “Terserah kamu”, jawabku sambil tersenyum. Eren lalu mengambil segayung air, diguyurkan ke badan dari leher dan pundak.

Mengambil lagi segayung, diguyurkan ke perut dan punggung ditambah senyum manisnya. Ia lalu meraih sabun, digosokkan ke leher; pundak; dada dan tangan kananku.

Dibasahinya sabun dengan diguyur air lalu digosokkan ke tangan kiri; perut; penis; bola – bolaku. “Uhh..gimana bisa nahan penis nggak ngembang”. Bagaimana tidak, saat menggosok penis dan bola – bolaku sengaja digosok dan di urutnya. Ditatapnya senjata kebanggaanku, lalu menatapku dan tersenyum. Aku hanya bisa membalasnya dengan senyum juga. Diambilnya lagi segayung air, sabun dibasahi dan sisanya diguyurkan ke paha dan kaki lalu digosoknya.

Sabun kemudian diletakkan di pinggir bak mandi, kemudian mengambil segayung air dan diguyurkan ke badan depanku. Ambil segayung lagi dan diguyurkan lagi, tak lupa senjataku dibersihkan dari sisa – sisa sabun. Sedikit diremas oleh Eren. Kutahan keinginanku untuk membalas perlakuannya, “biar Eren yang pegang kendali”.

“Balik badan Pak”, perintahnya. Air diguyurkan ke punggung dan bagian bawah badanku. Digosoknya punggung; pantat; lalu paha dan kaki sisi belakang. Bonusnya, kembali menggosok penis dan bola – bolaku dan meremasnya. “Duh..ni anak. Bikin senewen..sengaja membuat panas aku“.

Kembali air mengguyur tubuh belakangku, sebanyak 3x. Dibalikkan badanku lalu mengguyur senjataku, digosok – gosoknya hingga sedikit memerah. Jantungku makin berdebar.


“Sudah selesai Pak“, kata Eren. “Makasih ya Ren“. “Emm..kamu mau tak mandiin juga ?“, kepalang basah, kutawarkan permintaan seperti dia tadi. “Nngg..nggak usah Pak..ngrepoti Bapak“. “Ya nggaklah..jadi imbang kan“. Langsung kuambil segayung air lalu kuguyur ke tubuh depannya. Ia hanya menatapku. Kuambil lagi segayung. Lalu sabun yang tadi tergeletak di pinggir bak mandi kuambil dan aku basahi.

Kugosok leher; pundak; dan kedua tangannya. Kubasahi sabun lagi dan kugosokkan ke dada; kedua susu dan pentilnya; serta perut. Kutatap matanya saat kugosok kedua gunungnya yang kumainkan sedikit pentil – pentilnya. Eren juga menatapku. Matanya mulai sedikit sayu. 1menit – an kumainkan pentil –pentilnya, lalu sedikit kuremas susu kirinya. Bibirnya sedikit membuat huruf o kecil dan “ohh..hhmm“.

Kubasahi lagi sabun, dan kugosokkan ke pinggang; paha dan kedua kakinya. Vagina luar hanya kusentuh sedikit dengan sabun, takut perih dan iritasi nanti. Itupun sudah cukup membuat matanya makin meredup. Air segayung lalu kuguyurkan ke tubuhnya 2 – 3x.

Kugosok dan kuremas sedikit keras dua gunungnya. Sedikit berguncang. Dua tangan Eren memegang pinggir bak mandi, mulai erat. Kumainkan lagi pentil – pentilnya.

Aku merundukkan badan dan kukecup pucuk – pucuk bunganya bergantian. Tak perlu lagi ijin darinya. Tangan kiriku mengusap – usap lembut luar vaginanya. “Ouuh Paakk..“, Eren mulai mendesah. Kukecup bibirnya lembut, “nanti dilanjut lagi“. Matanya seakan bernada protes, tapi Eren diam saja. Kubalikkan tubuhnya, lalu kuguyur punggungnya sekarang. Sabun kugosokkan ke punggung; pinggang; pantat. Sabun kubasahi lagi lalu kugosokkan ke paha dan kaki bagian belakang. Aku menyusuri tubuh depannya lagi dari pinggang belakangnya. Eren sedikit menggeliat geli. Kutangkupkan dua tanganku di dua susunya.

Aku senang bermain – main di susu yang bagus atau masih ok. Seluruh belakang lehernya aku cium dan kecup, begitu juga dua kupingnya dan kubisikkan ”kamu diam saja ya..cup”. ”Geli Paakk..”, Eren mendesah lagi. Dua pucuk bunganya makin mengencang dan keras. Aku menyentil – nyentil, kuputar – putar seperti mencari gelombang radio. Dua tangan Eren mencengkeram paha depanku. ”Aahh..hmmppff”, erangnya. Tangan kananku mengambil segayung air, kuguyur ke tubuh depannya. Kali ini kuusap – usap vagina luarnya dengan tangan kanan, sedang yang kiri tetap di susu kanan Eren.

Pahaku makin dicengkeramnya. Kepalanya menggeleng ke kiri dan kanan seiring kecupan dan ciumanku di belakang leher dan daun – daun telinganya. Sesekali aku menyentuh bibir dalamnya. Terasa telah menghangat dan sedikit basah. ”Ppaakkk..oohhh”. Tubuhnya mulai menggeliat – geliat. Jari tengah kanan kumasukkan sedikit dan kusentuhkan pada dinding atas vaginanya, sedang jempol kananku kutekan – tekankan di lubang kencingnya.

”Aauugghhh Ppaakkk..eemmmppfff”. Kuku – kuku jemari Eren terasa menggores dua paha depanku. ”Kenapa Eren..hmm..kamu sendiri yang memulai kan”, bisikku. Tangan kiriku meraih kepalanya dan kupalingkan ke kanan, dan kutahan lalu kucium dengan nada 2 kecup 1 masukkan lidah.

Eren terkejut, matanya sedikit membesar tapi kemudian ia menikmaRenya. Ganti tangan kananku melakukan hal yang sama. Eren hanya bisa mengeluarkan suara yang tertahan ”nngg..emmppfftt..nnngggg”, begitu berulang. Vagina dalamnya makin hangat dan basah. Secara tiba – tiba kuhentikan lalu kubalikkan badannya menghadapku. Kemudian aku sandarkan tubuhnya di bak mandi. Aku kemudian berjongkok dan mulai mengecupi vaginanya.

”Jjanggann Ppakk..jorok..”, dengan dua tangannya menahan laju kepalaku. Kutatap matanya dan ”sssttt..”, jari telunjuk kanan kuletakkan di bibirnya. Dua tangannya kusandingkan di samping kiri dan kanan tubuhnya.

Kukecup kecil, sekali dua kali. Kemudian lidahku mulai menjulur di pintu kenikmatan kami. Mataku kuarahkan menatapnya. Eren agak malu rupanya, tetapi ada sedikit senyum di sana. Lidahku makin intens menyerang vagina luar dan dalamnya. ”Ssuuddaahh Pppaakk..aaaddduuuhh..oohhhh”, disertai geliat tubuh yang makin menjadi. Karena tak tahan dengan seranganku, dua tangannya meremas dan sedikit menarik rambut dan kepalalu.

Cairan lavanya makin keluar. Dua tanganku mendekap erat buah pantatnya. Jari tengah kiriku sesekali kumasukkan ke vagina dari belakang lalu kesentuhkan dan kutekan sedikit ke anusnya. ”Aammppuuunnn Pppaakkk..oouuuggghh..eeemmmpppfffs

Ssuudddaahhh..ooohhhh”, matanya agak membeliak ke atas dan kepala serta rambutku diremasnya kuat. Lava kepuasan dirinya mengalir deras, rasanya gurih sedikit manis. Kudekap erat Eren dengan kepalaku di vaginanya dan pantatnya kuremas – remas. Kepalaku tetap diusap –usap oleh Eren.

Ia menarik kepalaku dan menciumnya ganas. Lambat laun Eren dapat belajar dariku. Tangan kanannya meremas dan menarik – narik penisku. ”Panjang ya Pak”, tanya Eren. ”Biasa kok Ren..pingin ya..”, godaku. ”Aahh Bapak..”, jawabnya dengan memainkan bola – bolaku. Eren merundukkan tubuhnya lalu tangan kirinya memegang penis dan menciumnya. Mungkin ia belum pernah meng – oral suaminya dulu sebab penisku hanya dicium – cium dan diremas – remas.

”Kamu mau ngemut burungku Ren..kayak ngemut permen lolly ? Tapi kalo belum pernah ya nggak usah..nggak papa”. Eren menatapku dan kubelai rambutnya.

Dengan wajah ragu didekatkannya penisku di bibirnya. Eren mulai membuka mulut, sedikit demi sedikit penisku memasuki mulutnya. Eren menatapku lagi, meminta penjelasan langkah selanjutnya. ”Sekarang..kamu maju mundurkan dengan dipegang tanganmu.

Yaa..gitu..oohh..hhmm”. Rupanya muridku cepat mengerti penjelasan gurunya. Rambut dan kepalanya kubelai dan kuremas – remas. ”Lalu..lidahmu kamu puter – puter di kepala penis atau di lubang kencing yang bergaris panjang ituuu..yyyahhhh..sssuuudddaahh pppiiinnnttteeerrr kkkaaammuu Tttiinnnn”.

Kuangkat kepalanya dari penisku dan kami berciuman dengan panas. Saling meremas susu; pantat dan kelamin masing – masing. Lalu kubalikkan lagi tubuhnya menghadap bak mandi. Dua tangannya kuletakkan di pinggir bak mandi. Kembali aku bermain – main di gunung Eren. Penisku yang telah panas dan mengacung sekali kudekatkan ke vaginanya. Kukecup – kecup pundak dan leher belakangnya.

Ikat rambutnya aku lepas sehingga dirinya terlihat makin seksi kala menggeliat – geliat dan rambutnya tergerai ke sana kemari. Aku geser – geserkan penis di pintu surgawinya, sengaja aku mempermainkan rangsangan pada Eren. ”Oohh..Ppaakk..mmaassuukkkiinn..Pppaakkk”, pintanya. ”Kamu mau burungku kumasukkin..hmm.. ”.

”Iyyyaa..Pppaakkk..aaayyyoo Pppaakk..”, rintihnya makin kencang. Kumasukkan penis pelan – pelan. ”Eemmppff..”, erangnya.

Lalu kuhentakkan pelan hingga penisku terasa menyentuh dinding belakang. ”Ooouuggghh..Pppaakkkk..mentok Pppaakk”. Aku menggerakkan tubuh pelan – pelan, kunikmati jepitan dinding – dindingnya yang masih kuat. Dua tanganku tak henti bermain di dadanya. Kumainkan irama di vaginanya dengan hitungan 1 – 2 pelan 3 kuhentakkan dalam – dalam. Lalu tangan kananku meraih kepalanya seperti tadi dan kucium panas bibirnya. Dinding vagina Eren makin hangat dan banjir seperRenya. Dua tangannya mencengkeram erat pinggir bak mandi.

Sekarang tanpa hitungan, kumasuk keluarkan penis cepat dan kuat. ”Oohh.. oohh…hhmmppffftt..”, erang Eren berulang. Sedang aku sedikit menggeram dan ”oouugghhh..hhmmppff..mpekmu enaknya Tttiinn..”. ”Bbuurrruunnggg Bbbaapppakk jjjuugggaaa”. Jarak pinggangku dan pantat Eren makin rapat. Tangan kanan kuusap – usapkan di vaginanya. Dalam kamar mandi hanya ada suara tetes air satu – satu serta desah, bunyi beradunya paha dan pantat dan erangan kami.

”Pppaaakkk..sssaaayyyaa mmaaauu..ooohhh..”. ”Tttuunnggguu Tttiiinnn..aaakkkuuu jjjuuggggaa..Di dalam apa di llluuaarrr”, tanyaku.
”Dddaa lllammm aajjjaaa Pppaakkkk..oobbaattnyaa mmassihh aaddaa..”, jawab Eren. Mendengar itu serangan makin kufokuskan.

Segala yang ada di tubuhnya aku remas. Dua tangan Eren tak tahan di pinggir bak mandi dan mencengkeram paha serta pantatku. Bibirku dicarinya lalu ”hhhmmmpppfffttt..”. Pantatku diremas kuat – kuat.

Bibirnya dilepas dariku dan ”ooouuggghhh..”, desah Eren panjang. Lava yang hangat terasa mengaliri penisku yang masih bekerja. Kepalanya tertunduk menghadap air di bak mandi. Kudekap erat tubuh depannya. Kukecup dan kugigit leher belakangnya.

Lalu tangan kiriku meraih kepalanya dan kucium dalam – dalam. Dengan satu hentakan dalam kumuntahkan magma berkali – kali. ”Ooouugghhh Tttiinnaahhh..hhhmmm..”. kepalaku tertunduk di pundaknya dengan tangan kiri di susu sedang yang kanan di vaginanya.

Lama kami berposisi seperti itu. ”Makasih ya Ren..kamu baik sekali. Enak banget tubuhmu”, kataku dengan membalikkan badannya dan kucium mesra bibirnya. Penis kumasukkan lagi, masih ingin berlama – lama di hangatnya vagina Eren. ”Saya yang terima kasih Pak. Sudah lama saya pingin tapi sama orang nggak kenal kan nggak mungkin Pak. Burung Bapak pas di mpek saya”, Eren menjawab dan mencium bibirku pula. ”Mpekmu masih kuat nyengkeramnya..dan panas”. Kubelai – belai kepalanya, ”kok bisa kamu pingin ngajak main sama aku ? Malah aku yang takut kamu laporin”. Sambil mengusap – usap punggungku, ”Tadi waktu saya bersihin mainan adik, saya liat gambar di komputer.

Terus waktu Bapak kencing tadi kan lupa nutup pintu..keliatan burung Bapak yang agak gede pas keluar dari celana”. ”Oo gitu..nakal ya kamu. Bener kamu masih nyimpen obatnya ?”, sambil kucubit pipinya. ”Masih kok Pak..sisa yang dulu”, jawab Eren. Makin lama terasa penisku yang mengecil. Kucium dalam – dalam lagi bibirnya, ”sekarang..mandi yang beneran”. ”Heeh..iya Pak”, Eren menjawab sambil tersenyum manis. Ia lalu memelukku erat. Aku membalasnya dengan memeluk erat dan mengusap – usap punggung serta kepalanya.