Tina jatuh terlentang di atas kasur. Di hadapannya berdiri si Joni, senyum mesum menghiasi wajah Joni. Joni memperhatikan tubuh Tina yang hanya mengenakan bra dan kain jarik bermotif batik. Baju Tina, kebaya harian, sudah teronggok dilantai. Belahan buah dada gadis itu menyembul dibalik bra berwarna putih. Tubuh putih mulus itu seakan meminta untuk segera disetubuhi. Joni segera meraih kain jarik yang menutupi bagian bawah tubuh Tina, kain itu segera terlepas.
Tina tergeletak pasrah. Bukan kali ini saja ia harus melayani nafsu Joni. Kalau bukan kebutuhan sekolah adiknya, mungkin ia sudah membayar uang keamanan bulan ini, tapi terpaksa ia melakukan lagi bayaran keamanan dengan tubuhnya.
Tina kembang desa yang sehari-hari berjualan bahan jamu di pasar, kedua orang tuanya sudah tiada 4 tahun lalu karena kecelakaan lalu lintas. Hanya tinggal ia dan adik lelakinya yang usianya beda 8 tahun dengannya. Usia Tina kini sudah menginjak 25 tahun. Sudah banyak lelaki yang melamar untuk memperistri Tina, tapi selalu ditolaknya karena kebanyakan mereka adalah bujang lapuk, duda hidung belang dan pria tua yang cari istri muda. Walaupun tidak buruk nasibnya dan malah mungkin akan lebih baik jika menerima lamaran salah satu lelaki itu. Namun cintanya pada Tejo kekasihnya dari sejak SMA, yang sedang mengadu nasib di Jakarta membuat ia tetap bertahan sampai Tejo datang melamarnya sesuai janjinya. Tejo pula yang mengambil keperawanan Tina sehingga mana mungkin lupa Tina akan janji Tejo yang selalu bilang: “tahun depan akan melamar”, tapi sudah bertahun-tahun janji itu diharapkan dan dinantikan Tina untuk ditepati, dan Tejo dengan seribu satu alasan selalu bilang kalau diundur tahun depan, supaya bisa terus crot sama Tina kalau pulang kampong.
“ahhh…sstt..ooh.” Tina mendesah.
Joni menciumi tubuh putih mulus itu dari pahanya menelusuri selangkangan yang masih tertutup CD warna pink, menjilati area kelamin Tina. Kedua Tangan Joni menelusuri perut rata Tina dan tiba di bagian buah dada yang masih tertutup bra putih dan bermain-main disana.
“hmmm.hh..ssst…” Tina mendesah.
Hanya tiga orang yang pernah menikmati tubuh seksi sang kembang desa, yaitu Tejo (tentu saja), Joni dan Gondrong. Awalnya tiga tahun lalu, memang Joni memperkosa Tina, tapi karena ia tidak dapat berbuat banyak menghadapi kepala preman itu, lama-kelamaan Tina jadi terbiasa dengan perlakuan Joni. Bahkan kadang kalau malam kalau sedang naik libidonya, Tina merindukan jilatan lidah Joni di vaginanya atau sodokan kontol besar Gondrong. Hal yang memicunya untuk ber-masturbasi sembari merindukan sentuhan lelaki.
Walaupun bermain dengan Joni berarti menghianati Tejo pacarnya, tapi apa boleh buat? Tina menikmati bersenggama dengan Joni. Toh hanya sex, walaupun tidak selalu dilakukan hanya untuk sekedar membayar uang keamanan. Tina juga membutuhkan sex sebagai manusia normal. Barangkali di Jakarta si Tejo juga sering main dengan gadis-gadis ibukota.
Jilatan lidah Joni kini sudah menari-nari di itil dan klentit Tina. Celana dalamnya sudah terbuka dan entah ada dimana sekarang.
“hmmhh…” Tina menahan desahannya.
Kedua pahanya dibuka lebar-lebar dan kedua tangannya mencengkeram kepala Joni sambil jemarinya mengerumasi dan memijat-mijat kepala Joni. Sedangkan Joni menikmati harumnya vagina gadis penjual jamu itu. Berkat ramuan tradisional Tina merawat tubuh nya sehingga harum kulit gadis itu berbau wangi alami begitu khas walau tanpa parfum.
Geli gatal yang terasa nikmat menyelubungi tubuh Tina akibat jilatan Joni. Kedua mata gadis itu terpejam, mulutnya terbuka mulai menyuarakan hal yang tidak jelas karena tidak sanggup menahan geli yang amat dashyat. Tangan kiri Tina menahan bobot tubuhnya dan tangan kanannya memegang kepala Joni. Tina memainkan pinggang rampingnya seirama dengan jilatan Joni di bibir vaginanya, sehingga memicu saraf-saraf orgasmenya. Tina kelojotan ketika orgasmenya datang seperti badai berputar-putar di kepalanya. Tina tidak ragu berteriak ketika puncak dari badai orgasme menyambar ubun-ubunnya. Tangan Tina menekan kepala Joni. Kedua pahanya berayun mencengkeram, menjepit kepala pria bajingan itu. Tubuh perempuan itu menggelinjang-gelinjang diatas kasur sambil kedua tangannya meraih seprai dan menarik-nariknya sampai berantakan sambil merasakan deru orgasme menghantamnya.
Inilah yang kadang dirindukan Tina tiap malam dikala ia kesepian. Orgasme akibat, jilatan dan rangsangan dari permainan lidah Joni. Orgasme yang bahkan tidak pernah ia dapatkan dari Tejo kekasihnya. Tejo adalah pria yang sukanya langsung sodok, goyang dan semprot dot com, bahkan kadang tidak sampai 2 menit, meskipun pernah coba pakai viagra tetap saja si Tejo adalah lelaki edi tansil.
Joni berlutut di hadapan tubuh Tina yang sedang mengatur nafas setelah selesai orgasme. Memperhatikan perut rata ramping gadis itu dan buah dada montok yang tertutup bra putih naik turun sambil paru-parunya mengumpulkan oksigen.
“Sudah siap?” kata Joni.
Tina memperhatikan Joni yang sudah telanjang. Penis 17 cm lelaki itu tampak mengacung dan kepalanya tampak berkilat-kilat.
“Belum.” Tina segera bangkit, dan langsung memegang batang kokoh dan keras milik Joni.
Mata gadis itu menatap genit, kemudian ia menjulurkan lidahnya. Tanpa disuruh lagi Tina menjilati kepala penis Joni yang berwarna merah kecoklatan. Di masukkannya kepala penis itu ke dalam mulutnya, lidahnya berputar di kepala kontol Joni, kemudian disedotnya sampai pipi-nya kempot.
“aahhhh…” Joni mengerang, sambil kedua matanya memejam.
Tina kembali mengeluar masukkan penis itu di mulutnya ,di jilat lagi dan disedot lagi sampai kempot. Jemari kiri Tina mempermainkan buah pelir Joni sehingga kuku-kuku tajam gadis itu membuat Joni semakin keenakan.
Mana kuat si Tejo di sepong seperti yang Tina lakukan kepada Joni kata Tina dalam hati. Walaupun kepala titit si Tejo lebih besar diameternya dari milik Joni. Tapi baru di sedot sudah semprot di dalam mulutnya, Sehinggga si Tina kadang gak puas mempermainkan titit Tejo pacarnya itu.
Tangan Joni membelai rambut panjang yang tergerai itu kemudian melintasi punggung mulus dengan bulu halus tangan itu mencari tali bra putih. Tangan Joni meraih tali bra Tina, dilepaskannya bra, ditelanjanginya gadis itu, itu sehingga buah dada putih dengan puting mengacung milik Tina dapat dengan bebas di remas-remas dan dimainkan oleh jemari Joni. Buah dada bulat dan kencang bergantung seperti pepaya mengkal.
Sementara dibiarkannya Tina bermain di penisnya. sungguh enak sedotan-sedotan dan jilatan si gadis. Tidak ada yang sebanding, meskipun disandingkan dengan para perek senior yang sudah malang melintang di dunia prostitusi disekitaran pasar, permainan oral mereka tidak seperti permainan Tina yang serius menghayati setiap inci jilatan dan sedotan di penis Joni.
Itu sebabnya Joni selalu melindungi Tina dari anak-anak buahnya yang haus sex itu. Ia hanya memberikan Tina kepada Gondrong sahabatnya. Pernah ada anak buahnya yang nakal mencoba-coba colek dan perkosa Tina, dan buntutnya dibuat babak belur sampai cacat oleh Joni.
“Pegel, Kang.” Tina mengeluarkan penis Joni dari mulutnya. “kog, Mas gak keluar-keluar sih kalau Tina sedot.”
Joni Tidak menjawab. Ia menyerbu bibir seksi gadis berambut panjang itu. Tina melawan lumatan bibir Joni, dikeluarkan lidahnya sehingga lidah keduanya saling beradu, berpagutan saling berusaha membelit satu sama lainnya. Joni mendorong gadis itu perlahan-lahan di tindihnya tubuh putih mulus itu. Bibir keduanya masih saling beradu. Penis Joni sudah berada di ujung lobang vagina Tina. Gadis itu kegelian ketika kepala penis lelaki itu bermain di pintu liang vaginanya. Tina membuka pahanya lebar-lebar. Joni juga tampaknya tidak ingin lama-lama bermain di ujung vagina si gadis. Ia mendesak penisnya memasuki vagina sempit dan sudah basah itu. Tina memeluk Joni , ketika penis lelaki itu sudah mentok memasuki vaginanya.
Joni mulai menggoyang penisnya menikmati vagina legit dan lembab milik Tina. Gadis itu mendesah pelan, Kedua tangan Tina melingkar memeluk tubuh kekar lelaki yang sedang menidurinya itu dan mulutnya menggigit pundak kekar Joni karena geli mulai terasa di memeknya.
Tiba-tiba Suara pintu kamar tempat mereka bermain di gedor-gedor.
Keduanya langsung menghentikan permainannya karena kaget.
“SIAPA!?” Joni membentak.
“Kang Joni, ada massa dari pesantren Al- Muqarraf sudah ada di ujung pasar, udah mau menyerbu ke pangkalan.” Teriak suara dari luar.
“Iya nanti, tanggung nih. kamu halangi dulu.” Joni menyahut.
“Udah ribut Kang, anggota kita udah ada yang kena bacok.” Sahut suara lain dari luar.
“Udah kang, urusin dulu deh.” Kata Tina sambil membelai pundak Joni.
“Tanggung nih. Aku keluarin dulu deh.” Kata Joni.
“Mas kan mainnya lama.” Kata Tina sambil tersenyum sambil mengecup bibir lelaki itu.
Joni menarik keluar penisnya dari dalam vagina Tina. Kemudian Ia turun ranjang sambil meraih pakaiannya yang bertebaran di lantai.
“Asu! Jancok!” Joni mengumpat sembari Ia memakai celana dalamnya, menutupi penis panjangnya yang terlihat masih konak itu.
Sebenarnya Tina juga merasa tanggung baru mulai udah ada kejadian ribut-ribut.
“kamu keluar lewat jalan belakang ya. Lebih aman.” Kata Joni sambil berpakaian. “Nanti malam aku ke rumah kamu ya, kita lanjut.”
Tina mengangguk sambil memakai bra-nya menutupi buah dada montoknya itu.
Setelah berpakaian. Joni mengecup kening Tina.
“Kang Mas hati-hati ya, jaga diri.” Kata gadis itu sambil membelai pundak lelaki itu.
Joni hanya tersenyum. Ia meraih keris yang selalu dibawanya, dan segera keluar kamar meninggalkan gadis telanjang yang sedang berpakaian.
Joni heran sekaligus penasaran. Selama ini pesantren Al- Muqarraf, yang terletak di pinggir kota, selalu adem-ayem tidak pernah mengganggu daerah kekuasaannya. Apalagi sampai menyerbu lokalisasi prostitusi kelas teri di belakang pasar, berarti ada yang tidak beres kali ini.
Joni berdiri di jalanan pasar. Para anggota geng bercampur dengan warga sudah siap dengan senjata tajam dan tumpul di tangan mereka. Api menjilat-jilat dari lapak-lapak pasar yang di bakar oleh gerombolan perusuh yang memakai baju putih-putih itu. Ruko di sepanjang pasar sudah tutup, sebagian hancur diobrak-abrik gerombolan perusuh itu.
Polisi dengan sigap cepat datang dan kini mereka sudah berdiri diantara Warga dan Geng Joni agar tidak terjadi pertumpahan darah lebih lanjut. Gerombolan pengacau tersebut diketahui merupakan massa dari pesantren Al-Muqaraf (Muqaraf bahasa arab artinya “cabul”, gan).
Joni merasa geram karena dua orang anak buahnya terluka kena bacok saat bentrok fisik. Untungnya pasukan polisi bermotor cepat datang ke lokasi dan kedua anak buahnya Joni sudah segera dibawa ke rumah sakit di dekat pasar. .Yang membuat Joni makin geram adalah ia lagi enak-enak baru merasakan lagi memek sempit si Tina penjual jamu yang sudah lama tidak dinikmatinya , datang gerombolan pengacau yang mengatas namakan agama.
Pesantren Al-Muqaraf terletak di pinggiran kota kabupaten. Pesantren yang sejak dahulu banyak menampung residivis, mantan preman dan mantan pecandu narkoba yang bertobat dan ingin mempelajari agama. Pesantren yang didirikan sejak rezim orde baru sekitar tahun 1980-an itu selama masa itu pesantren tersebut sempat jadi contoh teladan toleransi bagi masyarakat dari luar kota kecil itu. Hampir rata-rata, para santri pesantren tersebut berasal dari luar kota.
“Kog bisa tuh santri-santri Al-Muqaraf beringas begitu?” Joni berkata kepada Gondrong yang berdiri di sebelahnya.
“Kayaknya pengaruh pemimpin pondok pesantren yang baru deh. Pengganti Kyai Rahman yang meninggal setahun lalu.” Jawab Gondrong.
“Anaknya kan, si Iqbal. Bukannya dia dulu waktu SMA ikutan nyimeng bareng lo?” kata Joni.
“Iya, sekarang gelarnya dia Al-Habib. Gosipnya, gelarnya dibeli dari seorang ulama waktu ikut perang di Suriah. Dia juga pernah perang di Afganistan, Palestina, Libya dan Irak. Dia juga baru pulang tahun lalu.” Gondrong menjelaskan.
“Wah, pantes. Beringas begitu. Barangkali ikut ISIS kali dia.” Si Gentong yang tiba-tiba nongol menyahut.
“Kita gimana nih, Kang?” kata Gentong. “Kita langsung sikat aja nih. Masa anggota kita dibacok gara-gara menghalangi mereka waktu mau bakar pasar.”
“Nanti dulu. Kalau mereka maju melawan polisi, kita baru ikut hajar mereka.” Kata Joni, yang walau hatinya dongkol, Joni masih berusaha tenang.
Gentong dan Gondrong langsung menenangkan anak-anak buah mereka yang sudah berteriak-teriak tidak sabar untuk membalaskan dendam temannya yang terluka kena bacok.
“Bubarkan tempat pelacuran!” Santri-santri berteriak-teriak sambil menggemakan takbir. Mereka mengacung-acungkan senjata tajam berbagai jenis.
“Hapuskan maksiat dari kota ini!” sambil bertakbir, seorang pria berjanggut kambing, bersorban putih, berjubah putih dan membawa pedang khas arab berteriak dari pengeras suara.
“Itu si Habib biang rusuh.” Tunjuk si Gondrong.
Si Joni hanya mengangguk-angguk saja mendengar penjelasan Gondrong.
“Bubar semuanya atau kami tindak tegas!” komandan polisi bersuara tidak mau kalah.
“Ayo kita lawan polisi thogut! hajar!” Suara si Habib memanaskan keadaan.
Para santri hendak bergerak maju. Para polisi langsung bersiaga dengan tameng masing-masing. Demikian pula Geng Joni bersiaga dengan senjata di tangan.
“Minggir-minggir, petugas mau lewat!” suara dari belakang kerumunan warga terdengar.
Joni melihat barisan panjang pasukan Brimob dan TNI lengkap dengan senjata laras panjang merangsek maju. Mereka menyuruh minggir masyarakat dan anggota geng-nya yang sedang berkerumun. Joni Kenal dengan komandan mereka yaitu Kapten Jiman, ditemani AKBP. Tatang yang berjalan disampingnya. Kapten Jiman langsung menghampiri Joni, sedangkan AKBP Tatang buang muka begitu melihat Joni, ia langsung menghampiri pasukannya yang sedang bersiaga. Mungkin AKBP. Tatang masih dongkol karena belum lama kedua polwan-nya pernah diperkosa geng Joni.
“Jon, kamu suruh anak buah kamu minggir!” Kapten Jiman berkata.
“Kenapa, ini kan warga Pak?” Joni beralasan.
“Kamu semua minggir dulu! Saya nggak mau ada korban lagi dari warga atau anggota kamu.” Kata Kapten Jiman. “Biar saya yang urus santri-santri sesat itu. Udah jadi teroris mereka itu.”
Joni tidak punya pilihan lain. Ia menengok kepada Gondrong dan Gentong, dan memberi isyarat supaya membubarkan pasukannya. Mereka segera beranjak dan berkumpul di gang-gang sempit tempat pintu masuk ke daerah pelacuran kelas teri.
Tidak lama keadaan berhasil di tenangkan. Para santri beringas itu berhasil di halau oleh polisi dan TNI kembali ke pesantren mereka, tanpa ada perlawanan dari para santri. Sekarang warga dang eng Joni malah sibuk membantu petugas pemadam kebakaran untuk memadamkan api di pasar supaya tidak merembet ke bangunan lain.
“Gimana kita, Kang?” kata Gentong.
“Liat nanti itu Habib Iqbal, si teroris itu bakal kugilas.” Kata Joni geram, “ayo ke markas!”
Joni beranjak dan anak-anak buahnya langsung mengikuti pimpinan mereka.
Bersambung ke bagian 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar